Skip to main content

Wajah sebagai Kartu Presensi

· 2 min read

Di tengah kebiasaan baru yang mendorong minim kontak fisik, industri Human Resources (HR) beralih ke kamera smartphone. Presensi karyawan kini cukup dengan mengarahkan wajah ke layar, dan data kehadiran pun tercatat otomatis. Tren ini menjanjikan efisiensi, namun juga membuka ruang diskusi soal etika, privasi, serta dinamika hubungan kerja yang berubah.


Kelebihan: Cepat, Murah, dan Bebas Sentuh

  1. Praktis di mana saja Tidak perlu mesin fingerprint atau kartu khusus, sehingga perusahaan tidak perlu menganggarkan pembelian perangkat. Karyawan tinggal membuka aplikasi, potret wajah, dan presensi selesai dalam hitungan detik. Cocok untuk remote worker, tim lapangan, maupun kantor kecil yang ingin hemat anggaran.

  2. Mengurangi kecurangan "teman absen" Teknologi wajah mengurangi praktik titip-absen atau absen oleh rekan, karena pemilik wajah harus hadir secara fisik saat scan. Dan jika ditingkatkan lagi menggunakan teknologi live-detection—mampu membedakan foto diam dan wajah nyata. Akibatnya, praktik titip absen bisa ditekan.

  3. Data real-time untuk manajemen Manajer langsung tahu siapa yang hadir, terlambat, atau izin tanpa menunggu rekonsiliasi akhir bulan. Keputusan insentif, lembur, hingga penyesuaian shift jadi lebih cepat.

  4. Ramah kesehatan Tanpa kontak fisik, risiko penularan penyakit—seperti flu atau COVID-19—melalui mesin pemindai berkurang. Karyawan merasa lebih aman dan nyaman.


Kekurangan: Saat Wajah Jadi Data yang Rentan

  1. Bias dan ketidakadilan Pencahayaan buruk, kulit gelap, atau cacat wajah tertentu bisa menyebabkan kegagalan verifikasi. Akibatnya, karyawan yang sebenarnya hadir tercatat alpha—potensial konflik internal.

  2. *Ketergantungan pada gadget Smartphone dengan kamera depan buruk, baterai lemah, atau jaringan lambat langsung menjadi penghalang presensi. Ketimpangan teknologi di antara karyawan pun muncul.

  3. Privasi sebagai taruhan Wajah adalah data biometrik yang tidak bisa diganti seperti password. Aplikasi harus transparan terkait penyimpanan, pemrosesan serta masa aktif data wajah sehingga data pribadi digunakan sesuai kebutuhan presensi karyawan.


Teknologi Aplikasi HR

Presensi wajah lewat smartphone bukan sekadar soal kecanggihan; kebutuhan untuk menyeimbangkan efisiensi operasional dengan perlindungan hak individu. Jika dikelola dengan kebijakan yang adil, teknologi ini bisa jadi kartu presensi masa depan—tanpa harus mengorbankan kepercayaan karyawan.